Rabu, 19 Oktober 2016

Percobaan Melakukan Tindak Pidana

Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku ke satu tentang Aturan  Umum, Bab 1V pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 KUHP berdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman adalah sebagai berikut:

Pasal 53

1.    Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk  itu  telah ternyata dari adanya permulaan  pelaksanaan,  dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

2.    Maksimum pidana pokok  terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi sepertiga.

3.    Jika kejahatan diancam  dengan  pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

4.    Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.[1]

Pasal 54 KUHP menyatakan bahwa pelaku percobaan hanya dapat dijatuhi pidana jika perbuatan pidana yang coba dilakukan dikategorikan sebagai kejahatan, sedangkan apabila perbuatan pidana yang coba dilakukan dikategorikan sebagai pelanggaran, maka pelakunya tidak dipidana. Dengan kata lain, mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.[2]

Menurut wijono Projodikoro Pada umumnya kata percobaan atau poging berarti suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya tidak atau belum tercapai. Dalam hukum pidana percobaan merupakan suatu pengertian teknik yang memiliki banyak segi atau aspek. Perbedaan dengan arti kata pada umumnya adalah apabila dalam hukum pidana dibicarakan hal percobaan, bebarti tujuan yang dikejar tidak tercapai.[3]

Menurut MvT (memorie van toelichting = penjelasan UU) ialah sebuah kalimat yang berbunyi: ”poging tot misdrijf is dan de bengonnen maar niet voltooide uitveoring van het misdrijf, of wel door een begin van uitveoring geopenbaarde wil om een bepaald misdrijf te plegen[4] yang artinya adalah suatu kehendak seseorang untuk melakukan tindaka pidana yang telah tampak terwujud dengan permulaan pelaksanaan (tapi belum selesai juga).[5]

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkanPoging adakalanya suatu kejahatan telah mulai dilakukan, tetapi tidak dapat diselesaikan sesuai dengan maksut si pelaku. Misalnya,

a.    A bermaksut mencuri dirumah X. Dengan membongkar dan merusak jendela, A masuk kerumah X, tetapi karena X terbangun dan jendela terbuka, A kepergok dan ditangkap oleh petugas ronda.

b.    B adalah seorang copet, pada saat memasukan tangan ke kantong R, ia ketangkap.

Kedua contoh diatas memperlihatkan bahwa maksud pelaku belum terlaksana yaitu X dan R belum kehilangan sesuatu. Meskipun deemikian, perbuatan A dan B merupakan perbuatan yang membahayakan kepentingan orang lain yang dilindungi oleh hukum dan layak diancam dengan hukuman.

a.    Teori Subjektif

Menurut teori ini, kehendak berbuat jahat dari si pelaku ini merupakan dasar ancaman hukuman. Si pelaku telah terbukti mempunyai kehendak jahat dengan memulai melekukan kejahatan tersebut.

b.    Teori Objektif

Menurut teori ini, dasar ancaman hukuman bagi sipelaku percobaan adalah karena sifat perbuatan pelaku telah membahayakan.[6]

B.  Syarat (Unsur-Unsur) Percobaan

Berdasarkan rumusan pasal 53 ayat (1) disimpulkan unsur-unsur tindakan  yang disebut sebagai percobaan, yaitu:

1.    Adanya Niat

Di dalam teks bahasa Belanda niat ini adalahVoornemenyang menurut doktrin tidak lain adalah kehendak untuk melakukan kejahatan, atau lebih tepatnya disebut opzet atau kesengajaan (Hazewinkelsuriga; Jonkers; pompe; simons), dan ini meliputi semua atau dengan sadar kemungkinan. Namun menurut vos yang dimaksud dengan kesengajaan diini adalah hanya kesengajaan sebagai maksud.[7]

Niat merupakan suatu keinginan untuk melakukan suatu perbuatan, dan ia berada di alam batiniah seseorang. Sangat sulit bagi seseorang untuk mengetahui apa niat yang ada didalam hati orang lain. Niat seseorang akan dapat diketahui jika ia mengatakanya pada orang lain.Namun niat itu juga dapat diketahui dari tindakan (perbuatan) yang merupakan permulaan  dari pelaksanaan niat.Oleh karena itu dalam percobaan,niat seseorang untuk melakukan percobaan dihubungkan dengan permulaan pelaksanaan.[8]

2.    Adanya Permulaan Pelaksanaan

Kehendak atau niat saja belum mencukupi agar orang itu dapat dipidana, sebab jika hanya berkehendak saja maka orang itu tidak diancam pidana, berkehendak adalah bebas. Permulaan pelaksanaan berarti telah terjadinya perbuatan tertentu.[9]

Dalam hal ini, telah dimulai pelaksanaan suatu perbuatan yang dapat dipandang sebagai salah satu unsur dari norma pidana, misalnya: kehendak mencuri atau mengambil barang milik orang lain mulai diwujudkan misalnya, telah memasuki rumah atau pencopet telah memasukan tangan kekantong orang yang hendak dicopet[10]

Ada beberapa teori yang menjelaskan permulaan pelaksanaan, atara lain:

a.    Teoro subyektif (G. A. Van HAMEL)

Adanya permulaan pelaksanaan perbuatan jika dipandang dari sudut niat ternyata tetap niatnya ini. Dalam ajaran yang berorientasikan mental ini, di anggap cukup kalau pembuat di waktu melakukan perbuatan menunjukkan sikap berbahayanya dan bahwa dia sanggup menyelesaikan kejahatan.

b.   Teori obyektif (D. Simons)

Di isyaratkan bahwa pembuat harus melakukan segala sesuatu untuk menimbulkan akibat tanpa campur tangan siapapun, kalau tidak dihalangi oleh kejadian yang bukan karena kehendaknya.[11]

Perbuatan pelaksanaan harus dibedakan dengan perbuatan persiapan.

a.       Perbuatan pelaksanaan menurut Hoge Raad

perbuatan pelaksanaan adalah perbuatan yang hanya menurut pengalaman orang dengan tidak dilakukan perbuatan lagi, akan menimbulkan pembakaran, dapat dipandang sebagai perbuatan pelaksana.[12]

b.      Perbuatan persiapan

Perbuatan persiapan adalah segala perbuatan yang mendahului perbuatan permulaan pelaksanaan, misalnya membeli senjata yang akan dipakai membunuh orang. Perbuatan-perbuatan persiapan tidak termasuk perbuatan pidana.

3.    Keadaan, yakni tidak selesainya pelaksanaan bukan karena keinginan dalam dirinya.

kejahatan yang telah dimulai pelaksanaanya oleh seseorang tersebut, akhirnya tidak selesai yang disebabkan oleh sesuatu yang diluar dirinya atau bukan atas kehendak sendiri. Misalnya, A hendak mencuri dirumah P. Setelah diamatinya, A berencana masuk kerumah P melalui jendela samping yang nampaknya mudah dirusak demikianlah, A mulai melakukan aksinya, namun pada saat merusak jendela rumah petugas ronda malam mempergokinya sehingga ditangkap.[13]

C.  Poging Yang Tidak Mungkin (Ondeugdelijk Poging)

Poging tidak mungkin terdapat apabila seseorang telah melakukan perbuatan yang dikehendaki untuk menyelesaikan kejahatan, akan tetapi kejahatan itu tidak dapat terselesaikan, dikarenakan percobaan untuk melekukan kejahatan yang dilakukan dengan sarana yang tidak memiliki potensi untuk menimbulkan akibat.

            Tidak mungkinya atau tidak dapatnya kejahatan itu diselesaikan, dapat disebabkan oleh objeknya, Akan tetapi juga mungkin dengan sasaranya. Ketidakmampuan itu dapat dibagi menurut sifatnya yaitu,

Ø  Mutlak tidak mampu

Ø  Relatif tidak mampu

1.    Percobaan tidak mampu karenaobjeknya tidak sempurna yangdibedakan antara:

a.    Objek yang tidak sempurna absolut: melakukan perbuatan untuk mewujudkan suatu kejahatan mengenai objek tertentu yang ternyata tidak sempurna, dan oleh karena itu maka kejahatan tidak terjadi dan tidak mungkin dapat terjadi. Contoh : membunuh mayat.

b.    Objek yang tidak sempurna relatif: melakukan perbuatan yang ditujukan untuk mewujudkan kejahatan tertentu pada objek tertentu, yang pada umumnya dapat tercapai, tetapi dalam keadaan khusus tertentu objek tersebut menyebabkan kejahatan tidak terjadi. Contoh : membobol brankas yang kebetulan sedang tidak ada isinya.

2.    Percobaan tidak mampu karena alatnya yang tidak sempurna dibedakan antara:

a.    alatnya yang tidak sempurna absolut: melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan, dengan menggunakan alatnya yang tidak sempurna mutlak, maka kejahatan itu tidak terjadi, dan tidak mungkin terjadi. Perbuatan ini tidak dapatmelahirkan tindak pidana.Syarat-syarat yang telahditentukan dalam pasal 53 ayat(1) tidak mungkin ada dalamalat yang tidak sempurna mutlak. Contoh : menembak orang dengan senjata api yangtak berpeluru.

b.    Alatnya yang tidak sempurna relatif: melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan dengan menggunakan alat yang tidaksempurna relatif, artinya kejahatan dapat terjadi dan dapat dipidana. Contoh :meracuni orang dengan dosis kurang.[14]

D.  Sanksi Terhadap Percobaan

Sanksi terhadap percobaan di atur dalam pasal 53 ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut:

(2) maksimal hukuman pokok atas kejahatan itu dalam hal percobaandikurangi dengan sepertiga.

(3) kalau kejahatan itu di ancamdengan hukuman mati atau penjaraseumur hidup, maka di jatuhkan hukuman penjara paling lama limabelas tahun.
Hukuman bagi percobaan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (2) dan ayat (3) KUHP dikuranggi sepertiga dari hukuman pokok maksimum dan paling tinggi lima belas tahun penjara.[15]

Didalam ayat (2) dari Pasal 53 KUHP ditentukan bahwa hukuman yang dapat dikenakan atas perbuatan percobaan ialah maksimum hukuman pokok atas suatu kejahatan diancam hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka terhadap perbuatan percobaannya diancamkan hukuman maksimum lima belas tahun penjara.[16]

Dalam hal percobaan maksimum ancaman hukuman (bukan yang dijatuhkan) pada kejahatan dikurangkan dengan sepertiganya, ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup diganti dengan hukuman penjara maksimum lima belas tahun, akan tetapi mengenai hukuman tambahan sama saj halnya dengan kejahatan yang selesi dilakukan.[17]

E.  Percobaan Yang Tidak Diancam Dengan Sanksi

Tidak semua percobaan melakukan kejahatan diancam dengan sanksi. Ternyata KUHP mencantumkan hal tersebut dengan membuat rumusan bahwa percobaan untuk melakukan tindak pidana tertentu tidak dapat dihukum antara lain :

a.    Pasal 184 ayat (5) KUHP, percobaan melakukan perkelahian tanding antara seseorang lawan seseorang.

b.    Pasal 302 ayat (4) KUHP, percobaan melakukan penganiayaan ringan terhadap binatang

c.    Pasal 351 ayat (5) KUHP dan pasal 352 ayat (2), percobaan melakukan penganiayaan dan penganiayaan ringan.

d.   Pasal 54 KUHP, percobaan melakukan pelanggaran, tidak boleh dihukum.

F.   Percobaan Sebagai Delik Tersendiri

Hal ini bermakna bahwa percobaan disamakan dengan delik. Dalam KUHP dirumuskan bahwa percobaan merupakan delik, antara lain:

1.    Pasal-pasal 104-107, 139a, dan 139b KUHP, yakni mengenai makar. Hal ini dirumuskan dalam pasal 87 KUHP yang berbunyi:

“dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan apabila niat untuk itu sudah nyata dengan permulaan melakukan perbuatan itu, seperti dimaksud dalam pasal 53.”

2.    Pasal-pasal 110, 116, 125, dan 139c KUHP, yakni tentang permufakatan jahat. Hal ini dirumuskan oleh pasal 88 KUHP yang berbunyi:

“dikatakan ada permufakatan jahat apabila dua orang atau lebih bersama-sama sepakat akan melakukan kejahatan itu.”

Perbuatan persiapan yang secara umum, pelakunya tidak dapat dihukum. Namun, pada pasal 250, 261, dan pasal 275 KUHP dirumuskan sebagai delik. Untuk jelasnya perlu dicermati pasal-pasal tersebut, yakni

a.       Pasal 250 KUHP yang berbunyi:

“barang siapa membuat atau menyediakan bahan atau barang yang diketahuinya bahwa itu disediakan untuk meniru, memalsukan atau mengurangi harga mata uang, atau meniru memalsu uang kertas negeri atau uang kertas bank, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun…”

b.      Pasal 261 KUHP yangberbunyi:

“barang siapa menyimpanbahan atau benda, yangdiketahuinya bahwa diperuntukan untuk melakukan salah satu kejahatan yang diterangkandalam pasal 253 atau dalam pasal 260 berhubungan dengan pasa 253, diancam…”

c.       Pasal 275 KUHP, bunyinya:

(1)  Barang siapa yang menyimpan bahan atau barang yang diketahuinyaakan digunakan untuk salah satu kejahatanditerangkan dalam pasal264 No.2-5, dihukum….


Senin, 10 Oktober 2016

Maklah Kejahatan Terhadap Nyawa


BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana kita tahu bahwa pada bulan-bulan ini banyak sekali terjadi suatu tindak pidana yang terjadi di sekeliling kita, mulai dari pembunuhan terhadap nyawa orang pada umumnya dan atau pada saat sesudah beberapa saat bayi dilahirkan (Abortus Provocatus Criminalis). Kita ambil contoh dalam kasus mirna salihin yaitu “kopi sianida” yang digunakan oleh X dalam hal ini belum terbukti secara sah, sehingga menimbulkan matinya mirna salihin, kemudian dalam hal ini polisi menjadikan Jessica sebagai tersangka pembunuhan dengan racun sianida yang kemungkinan dimasukkan oleh Jessica dalam kopi mirna salihin.
Kemudian kita juga melihat kenakalan-kenakalan remaja yang sudah bisa di kategorikan sebagai tindak pidana, bukan lagi kenakalan, contoh kasus : “yuyun” adalah korban dari pemerkosaan yang dilakukan oleh 14 orang berusia di bawah umur dan setelah dilakukan pemerkosaan kemudian di bunuh, alasan mati nya korban dalam hal ini yuyun belum begitu jelas, hasil visum et repertum menyatakan bahwa ada nya unsur paksaan dari ke 14 orang tersebut dan juga luka memar karena terbentur oleh bebatuan di sungai sehingga seharusnya menjadi pembunuhan dengan pemberatan, dalam KUHP kita mengenal Kejahatan Terhadap Nyawa seseorang yaitu pada BAB 19 buku II serta diatur dalam pasal 338-350 dan juga 359 KUHP
A.    Dilihat dari mensrea (hubungan batin) dalam hal ini bentuk kesalahan nya dibagi 2 :
-          Kejahatan terhadap nyawa manusia yang  disengaja
-           Kejahatan terhadap nyawa manusia berdasarkan  kealpaan
B.     Dilihat dari kepentingan dibagi 3
-          Kejahatan nyawa manusia pada umumnya
-          Nyawa manusia pada lahir/sedang dilahirkan manusia
-          Nyawa manusia yang masih dalam kandungan

Dengan melihat latar belakang dan garis besar teori diatas maka penulis akan membahas lebih lanjut tentang kejahatan terhadap nyawa manusia dan dilihat dari kasus mirna salihin dan juga yuyun.
sehingga penulis memunculkan identifikasi masalah :
1.      Bagaimana pengaturan serta hal yang membedakan pembunuhan biasa dengan pembunuhan berencana dalam hukum pidana ?
2.      Apa peran visum et reperthum dalam suatu tindak pidana pembunuhan ?
3.      Apa rasio dari suatu keadilan jika dalam tindak pidana pembunuhan di jatuhkan hukuman mati bagi seseorang ?

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Kita tahu bahwa suatu pembunuhan merupakan kejahatan terhadap nyawa seseorang yang di atur pada buku II KUHP, bab 19, mulai dari pasal 338-350KUHP dan 359 KUHP. Terhadap pembunuhan biasa masuk dalam penggolongan kejahatan terhadap nyawa dilihat dari kepentingan nya yaitu “nyawa manusia pada umumnya” dan  diatur dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana paling lama lima belas tahun”
Dari pasal di atas kita tahu bahwa Tindak Pidana Pembunuhan ini adalah akibat hilang nya nyawa seseorang lah yang dilarang oleh undang-undang.

Pasal 340 KUHP, Berbunyi :
Barang siapa dengan sengaja dan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun
Dari pasal diatas juga termasuk pembunuhan namun dengan rencana terlebih dahulu

Dari kedua pasal diatas kita bisa langsung membedakan yaitu karena 340 KUHP harus terlebih dahulu direncanakan, namun sangat sulit untuk membuktikan seseorang mempunyai rencana karena harus adanya kurun waktu untuk memikirkan dengan matang mengenai kapan waktunya, bagaimana cara melakukan,alat apa yang digunakan dan dimana pembunuhannya (Net Voor Bedache Rade) tetapi para ahli yang lain juga berkata jika terlintas di fikiran sang pelaku (dader) 1 detik pun suatu rencana untuk membunuh sehingga seseorang melakukan pembunuhan maka bisa juga dikatakan atau dikategorikan pembunuhan berencana. Contoh dalam kasus “kopi sianida”. Tersangka dalam hal ini Jessica dikatakan sudah melihat tempat itu sebelum mirna dan honey datang dengan tujuan untuk melihat posisi kamera yang ada (menurut kepolisian) sehingga dalam hal ini sudah terpenuhi Locus delicti, kemudian instrument delicti yang digunakan adalah racun, cara melakukan nya dengan memasukkan (gerakan otot) racun kedalam minuman dan juga waktu nya juga sudah ditentukan artinya tempos delicti sudah terpenuhi. Sehingga dalam hal ini jika pengadilan berpendapat bahwa kesalahan dan tindak pidana nya terbukti maka di putus pidana dalam hal ini termasuk pembunuhan berencana.





2.      Peran visum et reperhtum dibuat untuk tujuan peradilan sebagaimana tercantum dalam format Visum et reperthum yaitu “Term Pro Justitia”dan juga sebagai salah satu alat bukti di pengadilan untuk meyakinkan hakim bahwa ada nya kebenaran terjadi suatu tindak pidana terhadap korban. Visum et reperthum ini berupa surat yang dibuat oleh kedokteran kehakiman (Forensik) sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP
Alat bukti yang sah ialah :
-          Keterangan saksi
-          Keterangan ahli
-          Surat
-           Petunjuk
-          Keterangan terdakwa
Visum et reperthum merupakan surat di dalam suatu pembuktian yang sah sebagai alat bukti maka dalam kasus pembunuhan,perkosaan,keracunan,penganiyayaan harus menggunakan visum et reperthum kepada korban.
Macam-macam visum et reperthum berdasarkan sifat pada korban
1.      Visum et reperthum lengkap sekaligus
2.      Visum et reperthum sementara
3.      Visum et reperthum lanjutan
4.      Visum et reperthum jenazah
5.      Visum et reperthum expertise
      Untuk kasus pembunuhan contoh kasus kopi sianida, maka visum et reperthum harus digunakan sehingga kita tahu bahwa alat yang digunakan (instrument delicti) adalah racun.
3.      Sebagaimana kita tahu bahwa banyak sekali macam-macam keadilan seperti dalam bidang ekonomi kita mengenal keadilan distribusi dan keadilan komutatif, dan dalam ilmu hukum juga kita mengenal keadilan legalis dan findikatif
-          Keadilan legalis, suatu pemidanaan harus sesuai dengan aturan undang-undang
-          Keadilan findikatif, suatu pidana harus sesuai dengan kesalahan dan perbuatan seseorang
Namun dalam memutus hakim di beri keluasaaan yaitu dengan melihat juga nilai-nilai yang ada dalam masyarakat sehingga dalam memutus perkara hakim bisa saja memunculkan suatu hukum baru yang mengikat bagi pelaku dan korban serta bisa juga dikemudian hari hakim lain menggunakan putusan sama walaupun yurisprudensi bukan sumber hukum yang mengikat. Dalam kasus pembunuhan terutama pembunuhan berencana kita memegang asas apostetheory yaitu terhadap suatu pembunuhan atau tindak pidana pembunuhan harus ada penglihatan indrawi sebab ancaman pidana nya adalah pidana mati, sehingga memunculkan saksi biasa baik itu melihat,mendengar ataupun mengalami sendiri. Ini adalah hal mutlak jika seorang hakim berpatokan pada Asas legalitas namun bisa saja hakim memakai suatu penafsiran perluasan. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana terutama pidana mati harus lah memang sesuai dengan kesalahan dan perbuatan seseorang, contoh : A di bunuh oleh B dengan rencana dan perbuatan tersebut digunakan alat nya adalah pisau, B menghabisi A seperti hewan di tusuk berulang-ulang kemudian di mutilasi dan dibuang secara terpisah bagian badan A maka dalam hal ini hakim bisa saja menjatuhkan pidana mati terhadap B karena perbuatan dan kesalahan nya terbukti serta cara membunuh nya seperti hewan.





BAB III
KESIMPULAN
1.      Jadi untuk membedakan antara pembunuhan biasa dengan pembunuhan berencana, didalam pembunuhan berencana harus ada yang di katakan Net Voor Bedache Rade kemudian harus juga dader memikirkan dengan baik rencana yang akan ditujukkan kepada korban.
2.      Visum Et Reperthum merupakan bukti didalam pengadilan sebagai alat bukti yang sah berdasarkan pasal 184 KUHAP dan juga untuk mencari tahu sebab kematian seseorang melalui keterangan Kedokteran Forensik dengan cara di lakukan visum.
3.      Keadilan merupakan sukma dari hukum namun membahas keadilan sendiri banyak teori yang menjelaskan keadilan namun dalam hukum kita mengenal keadilan legalis dan findikatif, dan rasio seseorang bisa di pidana mati serta dikatakan suatu keadilan jika cara yang digunakan seseorang untuk menghilangkan nyawa seseorang tidak ada rasa kemanusiaan sehingga dalam hal ini dikatakan adil jika dader tersebut di jatuhkan pidana mati.