BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana
kita tahu bahwa pada bulan-bulan ini banyak sekali terjadi suatu tindak pidana
yang terjadi di sekeliling kita, mulai dari pembunuhan terhadap nyawa orang
pada umumnya dan atau pada saat sesudah beberapa saat bayi dilahirkan (Abortus
Provocatus Criminalis). Kita ambil contoh dalam kasus mirna salihin yaitu “kopi sianida” yang digunakan oleh X dalam hal
ini belum terbukti secara sah, sehingga menimbulkan matinya mirna salihin,
kemudian dalam hal ini polisi menjadikan Jessica sebagai tersangka pembunuhan
dengan racun sianida yang kemungkinan dimasukkan oleh Jessica dalam kopi mirna
salihin.
Kemudian
kita juga melihat kenakalan-kenakalan remaja yang sudah bisa di kategorikan
sebagai tindak pidana, bukan lagi kenakalan, contoh kasus : “yuyun” adalah korban dari pemerkosaan
yang dilakukan oleh 14 orang berusia di bawah umur dan setelah dilakukan
pemerkosaan kemudian di bunuh, alasan mati nya korban dalam hal ini yuyun belum
begitu jelas, hasil visum et repertum menyatakan bahwa ada nya unsur paksaan
dari ke 14 orang tersebut dan juga luka memar karena terbentur oleh bebatuan di
sungai sehingga seharusnya menjadi pembunuhan dengan pemberatan, dalam KUHP
kita mengenal Kejahatan Terhadap Nyawa seseorang yaitu pada BAB 19 buku II
serta diatur dalam pasal 338-350 dan juga 359 KUHP
A. Dilihat
dari mensrea (hubungan batin) dalam hal ini bentuk kesalahan nya dibagi 2 :
-
Kejahatan terhadap
nyawa manusia yang disengaja
-
Kejahatan terhadap nyawa manusia
berdasarkan kealpaan
B. Dilihat
dari kepentingan dibagi 3
-
Kejahatan nyawa manusia
pada umumnya
-
Nyawa manusia pada
lahir/sedang dilahirkan manusia
-
Nyawa manusia yang
masih dalam kandungan
Dengan
melihat latar belakang dan garis besar teori diatas maka penulis akan membahas
lebih lanjut tentang kejahatan terhadap nyawa manusia dan dilihat dari kasus
mirna salihin dan juga yuyun.
sehingga
penulis memunculkan identifikasi masalah
:
1. Bagaimana
pengaturan serta hal yang membedakan pembunuhan biasa dengan pembunuhan
berencana dalam hukum pidana ?
2. Apa
peran visum et reperthum dalam suatu tindak pidana pembunuhan ?
3. Apa
rasio dari suatu keadilan jika dalam tindak pidana pembunuhan di jatuhkan
hukuman mati bagi seseorang ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kita
tahu bahwa suatu pembunuhan merupakan kejahatan terhadap nyawa seseorang yang
di atur pada buku II KUHP, bab 19, mulai dari pasal 338-350KUHP dan 359 KUHP.
Terhadap pembunuhan biasa masuk dalam penggolongan kejahatan terhadap nyawa
dilihat dari kepentingan nya yaitu “nyawa manusia pada umumnya” dan diatur dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja merampas
nyawa orang lain, diancam dengan pidana paling lama lima belas tahun”
Dari
pasal di atas kita tahu bahwa Tindak Pidana Pembunuhan ini adalah akibat hilang
nya nyawa seseorang lah yang dilarang oleh undang-undang.
Pasal 340 KUHP,
Berbunyi :
Barang
siapa dengan sengaja dan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun
Dari
pasal diatas juga termasuk pembunuhan namun dengan rencana terlebih dahulu
Dari
kedua pasal diatas kita bisa langsung membedakan yaitu karena 340 KUHP harus
terlebih dahulu direncanakan, namun sangat sulit untuk membuktikan seseorang mempunyai
rencana karena harus adanya kurun waktu untuk memikirkan dengan matang mengenai
kapan waktunya, bagaimana cara melakukan,alat apa yang digunakan dan dimana
pembunuhannya (Net Voor Bedache Rade)
tetapi para ahli yang lain juga berkata jika terlintas di fikiran sang pelaku
(dader) 1 detik pun suatu rencana untuk membunuh sehingga seseorang melakukan
pembunuhan maka bisa juga dikatakan atau dikategorikan pembunuhan berencana.
Contoh dalam kasus “kopi sianida”. Tersangka dalam hal ini Jessica dikatakan
sudah melihat tempat itu sebelum mirna dan honey datang dengan tujuan untuk
melihat posisi kamera yang ada (menurut kepolisian) sehingga dalam hal ini
sudah terpenuhi Locus delicti, kemudian instrument delicti yang digunakan
adalah racun, cara melakukan nya dengan memasukkan (gerakan otot) racun kedalam
minuman dan juga waktu nya juga sudah ditentukan artinya tempos delicti sudah
terpenuhi. Sehingga dalam hal ini jika pengadilan berpendapat bahwa kesalahan
dan tindak pidana nya terbukti maka di putus pidana dalam hal ini termasuk
pembunuhan berencana.
2.
Peran visum et
reperhtum dibuat untuk tujuan peradilan sebagaimana tercantum dalam format
Visum et reperthum yaitu “Term Pro Justitia”dan juga sebagai salah satu alat bukti
di pengadilan untuk meyakinkan hakim bahwa ada nya kebenaran terjadi suatu
tindak pidana terhadap korban. Visum et reperthum ini berupa surat yang dibuat
oleh kedokteran kehakiman (Forensik) sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP
Alat bukti yang sah
ialah :
-
Keterangan saksi
-
Keterangan ahli
-
Surat
-
Petunjuk
-
Keterangan terdakwa
Visum
et reperthum merupakan surat di dalam suatu pembuktian yang sah sebagai alat
bukti maka dalam kasus pembunuhan,perkosaan,keracunan,penganiyayaan harus
menggunakan visum et reperthum kepada korban.
Macam-macam
visum et reperthum berdasarkan sifat pada korban
1. Visum
et reperthum lengkap sekaligus
2. Visum
et reperthum sementara
3. Visum
et reperthum lanjutan
4. Visum
et reperthum jenazah
5. Visum
et reperthum expertise
Untuk kasus pembunuhan contoh kasus kopi
sianida, maka visum et reperthum harus digunakan sehingga kita tahu bahwa alat
yang digunakan (instrument delicti) adalah racun.
3. Sebagaimana
kita tahu bahwa banyak sekali macam-macam keadilan seperti dalam bidang ekonomi
kita mengenal keadilan distribusi dan keadilan komutatif, dan dalam ilmu hukum
juga kita mengenal keadilan legalis dan findikatif
-
Keadilan legalis, suatu
pemidanaan harus sesuai dengan aturan undang-undang
-
Keadilan findikatif,
suatu pidana harus sesuai dengan kesalahan dan perbuatan seseorang
Namun
dalam memutus hakim di beri keluasaaan yaitu dengan melihat juga nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat sehingga dalam memutus perkara hakim bisa saja
memunculkan suatu hukum baru yang mengikat bagi pelaku dan korban serta bisa
juga dikemudian hari hakim lain menggunakan putusan sama walaupun yurisprudensi
bukan sumber hukum yang mengikat. Dalam kasus pembunuhan terutama pembunuhan
berencana kita memegang asas apostetheory yaitu terhadap suatu pembunuhan atau
tindak pidana pembunuhan harus ada penglihatan indrawi sebab ancaman pidana nya
adalah pidana mati, sehingga memunculkan saksi biasa baik itu melihat,mendengar
ataupun mengalami sendiri. Ini adalah hal mutlak jika seorang hakim berpatokan
pada Asas legalitas namun bisa saja hakim memakai suatu penafsiran perluasan.
Dalam hal hakim menjatuhkan pidana terutama pidana mati harus lah memang sesuai
dengan kesalahan dan perbuatan seseorang, contoh : A di bunuh oleh B dengan
rencana dan perbuatan tersebut digunakan alat nya adalah pisau, B menghabisi A
seperti hewan di tusuk berulang-ulang kemudian di mutilasi dan dibuang secara
terpisah bagian badan A maka dalam hal ini hakim bisa saja menjatuhkan pidana
mati terhadap B karena perbuatan dan kesalahan nya terbukti serta cara membunuh
nya seperti hewan.
BAB
III
KESIMPULAN
1. Jadi
untuk membedakan antara pembunuhan biasa dengan pembunuhan berencana, didalam
pembunuhan berencana harus ada yang di katakan Net Voor Bedache Rade kemudian harus juga dader memikirkan dengan
baik rencana yang akan ditujukkan kepada korban.
2. Visum
Et Reperthum merupakan bukti didalam pengadilan sebagai alat bukti yang sah
berdasarkan pasal 184 KUHAP dan juga untuk mencari tahu sebab kematian
seseorang melalui keterangan Kedokteran Forensik dengan cara di lakukan visum.
3. Keadilan
merupakan sukma dari hukum namun membahas keadilan sendiri banyak teori yang
menjelaskan keadilan namun dalam hukum kita mengenal keadilan legalis dan
findikatif, dan rasio seseorang bisa di pidana mati serta dikatakan suatu
keadilan jika cara yang digunakan seseorang untuk menghilangkan nyawa seseorang
tidak ada rasa kemanusiaan sehingga dalam hal ini dikatakan adil jika dader
tersebut di jatuhkan pidana mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar